Episode Satu….
Profil Sekolah: Bustaanul Uluum Teluk Dalam merupakan Yayasan Pendidikan yang terdiri dari MAS, MTS, dan MIS. Berdiri tahun 1982. Ada 3 kepala sekolah dalam kawasan ini. Terletak di tengah perkebunan sawit PT PADASA Teluk Dalam. Memiliki tiga (3) bangunan induk. Dikepalai oleh 1 ketua Yayasan. Sekolah ini di bawah naungan DEPAG dan perkebunan. Karena hampir 90% guru-guru yang mengajar berstatus karyawan.
Ini adalah sekolah pertama tempatku mengajar selepas lulus kuliah. Sekolah pertama tempatku mulai mempraktekkan ilmu yang aku kumpulkan selama 4 tahun di UNIMED. Guru-guru dan kepala sekolah yang ramah dan bersahabat memudahkan ku untuk bersosialisasi. Tidak ada masalah sama sekali. Akupun mudah mengakrabkan diri. Bila sedikit membicarakan tentang guru-guru Bustaanul Uluum, kita akan merasakan keeratan persaudaraan didalamnya. Selidik punya selidik ternyata semua nya saling bertaut bersaudara. Mengagumkan bukan? Semua saling peduli satu sama lain, serasa kita tidak berada disatu naungan sekolah. Namun, seperti cakupan keluarga besar. Usia guru-guru nya pun mayoritas telah lanjut. Bahkan beliau-beliau itu masing-masing pernah menjabat sebagai kepala sekolah. Jadi dapat disimpulkan, semua saling mengerti untuk urusan kepemimpinan. Seiring beranjaknya waktu, mulailah masuk tendik yang berusia muda. Sedikit ada warna baru katanya. Disinilah proses pembelajaran kedewasaanku dimulai.
Setiap harinya aku mulai belajar memahami arti hidup disini. Ternyata kenaifan kita selama menimba ilmu dikuliahan tidak begitu mudah dipraktekkan di tempat ini. Tidak hanya ilmu pengetahuan yang harus kita punya, namun keluasan hati dan belajar ikhlas dalam mengajar dan memberikan ilmu ke anak didik. Kebanyakan murid-murid di Bustaanul Uluum ini adalah siswa yang tidak mampu. Baik itu tidak mampu secara akademik sehingga tidak diterima disekolah negeri dan menjadikan bustaanul uluum pilihan terakhir, baik itu karena tingkat kenakalan yang tinggi, ataupun karena biaya pendidikannya yang relatif murah. Hmmph… ini adalah tantangan kawan. Ini memang benar-benar suatu proses pembelajaran diri bagi kita seorang tenaga pendidik. Stress awalnya bagiku. Namun, banyak guru yang memberiku petuah dan nasehat sehingga aku dapat memahami dari sisi lainnya. Dan? Aku berhasil. Stress itu hilang, dan aku mulai menikmati mengajar disini. Benar-benar kubuka hati dan mataku melihat keadaan para siswa dan sekolah ini. Tidak seperti sisi buruk yang dipikirkan kebanyakkan orang. Capek-capeknya pun dan sedikit berhonor disini aku mulai belajar ikhlas. Dan aku bahagia disini. Anak-anak itu hanya perlu diberi kejelasan ilmu dengan cara mereka, bukan dengan cara kita (guru) yang monoton. Jangan emosi menghadapinya, walaupun begitu nakalnya, ternyata mereka membutuhkan perhatian kita karena mereka kurang mendapatkan itu dalam keluarganya. Belajar menyayangilah istilahnya. [hehehehe…praktek jadi guru yang penyayang].
Saatku benar-benar mengamati murid-murid disini, kenyataan pahit mulai kumengerti. Ada dari mereka yang harus mencari uang untuk melanjutkan sekolah dengan bekerja diakhir pekan “mengegrek sawit”. Ada sebagian yang kenyataannya memiliki keluarga "broken home". Membuat mereka harus keras menghadapi hidup. Bukan tidak mau mereka lebih awal masuk sekolah atau sedikit absen yang mereka punya, mereka terpaksa bekerja membantu perekonomian keluarga. Fakta yang diperlihatkan hidup, kebanyakan dari mereka tidak mampu melanjutkan kuliah, tidak mampu mengikuti les tambahan, tidak mampu membeli buku-buku yang mendukung lainnya, setamat kuliah hanya bekerja sebagai buruh atau karyawan biasa, atau hanya menjadi ibu RT selepas tamat sekolah….membuat kebanyakan dari mereka malas belajar. Bagaimana ini? Pahamkah Pak Presiden, ga semuanya dapat hidup layak untuk melanjutkan hidup. Calon-calon penerus bangsa ini, untuk mereka yang berada di perkampungan hanya lah berakhir seperti itu saja. Jadi jangan bicara kurikulum apa yang harus kita buat lagi, tapi beri kesempatan bagi anak-anak ini dengan memberi buku-buku gratis yang menyebar merata, jangan hanya bersebar disekolah-sekolah negeri. Mereka anak-anak yang bersekolah di swasta biasa dan sederhana ini juga anak-anak bangsa yang harus diperhatikan. [wah saya jadi merepet dengan Negara…maaf ya Pak Presiden!!!!]. Tolong perhatikan mereka juga. Mereka juga layak mendapat bantuan…
Bersambung…..